BUMMA Simahiyang Gelar Pelatihan Manajemen

Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Simahiyang melaksanakan kegiatan pelatihan manajemen untuk meningkatkan kapasitas kerja dan pengembangan sumber daya manusia di rumah AMAN Simahiyang, Kampung Santenwangi, Desa Dangiang, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari mulai 29 November hingga 1 Desember 2024 ini melibatkan wirausaha yang bergerak di bidang pelatihan dan bimbingan profesional, serta pengembangan organisasi dan masyarakat dari Bandung.

Pelatihan yang dibagi menjadi beberapa sesi pembahasan ini dipandu oleh Rifqi Abdul Hafidh dan Mifta Chuddin dari The Local Enabler Comprov.

Hari pertama, menggali potensi alam yang ada di komunitas. Di hari kedua, pembahasan  tahapan penyederhanaan target BUMMA. Hari ketiga, teknik pengambilan foto dan video untuk kebutuhan pemasaran produk, serta pemaparan mengenai schedule conten yang bisa dilakukukan oleh BUMMA Simahiyang ke depan.

Pengisian kanvas potensi ekonomi

Pembahasan setiap materi dikemas secara sederhana dan menarik. Peserta dibagi menjadi dua kelompok, dimana masing-masing kelompok diberi tugas untuk menggambarkan peta wilayah secara sederhana lalu menuliskan potensi yang dimiliki di setiap titiknya.

Dalam paparannya di pelatihan, Mifta Chuddin menjelaskan pentingnya kerjasama antar anggota dalam sebuah organisasi. Apalagi, organisasi usaha cukup rentan terjadi kesalahpahaman.

“kita harus bisa membedakan makna dari kerja bersama atau sama-sama bekerja,” ungkapnya.

Menurut Mifta, jika nilai dari bekerjasama sudah terpenuhi, maka tidak akan ada lagi kalimat saling menyalahkan atau merasa benar dalam sebuah kelompok.

Sementara, Rifqi menekankan dalam usaha, kita harus memilki perhitungan yang jelas dan terukur. Dikatakannya, dalam hal ini kita bisa menggunakan metode hexaholix.

Rifqi menjelaskan penggunaan metode hexaholix ini bisa dilakukan dengan pola pendekatan kepada akademisi, bisnis, komunitas, media, pemerintah (Goverment) dan modal (Financial) atau dikenal dengan istilah ABCMGF.

Dewan AMAN Daerah Simahiyang Lia Lisnawati menyatakan pelatihan ini merupakan kegiatan perdana yang dilaksanakan di rumah AMAN Simahiyang. Lia bersyukur pelatihan manajemen perdana yang dilaksanakan oleh BUMMA Simahiyang ini diisi oleh para wirausaha profesional.

“Materi pelatihan yang disampaikan oleh para wirausaha profesional ini sangat bernilai sekali,  semoga bisa bermanfaat untuk kemajuan BUMMA Simahiyang ke depan,” kata Lia penuh harap.

Direktur Pengembangan Ekonomi dan Pengelolaan Sumberdaya Lestari PB AMAN, Feri Nur Octaviani menyatakan sangat mendukung pelaksanaan kegiatan pelatihan manajemen ini. Karenanya, sebut Feri, PB AMAN mendatangkan para ahli wirausaha dari Bandung untuk berbagi pengetahuan kepada komunitas Masyarakat Adat di Simahiyang.

“Semoga penyampaian materi yang disampaikan oleh para ahli wirausaha ini bisa menambah pengetahuan kawan-kawan di BUMMA Simahiyang,” kata Feri Nur Octaviani.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Simahiyang, Garut

AMAN Simahiyang Berencana Dirikan Sekolah Adat di Sancang dan Kampung Dukuh

Setelah berhasil mendirikan Sekolah Adat Dangiang Batuwangi tahun 2021, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Simahiyang kembali berencana mendirikan Sekolah Adat di komunitas adat Sancang dan Kampung Dukuh.

Rencana ini telah dibahas di awal tahun 2024 oleh PD AMAN Simahiyang. Pembahasan dilakukan di Kampung Dukuh, Garut pada 5 Januari 2024. Kegiatan yang dilaksanakan di kediaman Abah Yayan ini dihadiri tujuh orang anggota Pengasuh Sekolah Adat Dangiang Batuwangi yaitu Dudu, Siti Rubaiah, Nunur, Jajam, Dadang, Lia, dan Tina. Kemudian, dua orang aparat desa selaku Ketua Adat Kampung Dukuh, dan RT RW setempat.

Setelah membahas pendirian sekolah adat di Kampung Dukuh selesai, pembahasan dilanjutkan tentang perluasan pembentukan sekolah adat di Sancang pada 6 Januari 2024. Pembahasan ini turut dihadiri oleh pengasuh sekolah adat Dangiang Batuwangi dan beberapa tokoh adat setempat lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan di sebuah villa Sancang yang direncanakan akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan sekolah adat.

Dadang, salah seorang pengasuh Sekolah Adat Dangiang Batuwangi menyatakan program dan sistem pelaksanaan kegiatan sekolah adat di kampung Dukuh dan Sancang akan mengikuti sekolah adat Dangiang Batuwangi.

Dikatakannya, Masyarakat Adat setempat tentunya akan senang dengan dibentuknya sekolah adat ini. Sebab, mereka khawatir budaya dan sejarah adat ditempat mereka tinggal sudah mulai terkikis.

“Adanya sekolah adat ini bisa mengurangi kecemasan tersebut,” kata Dadang belum lama ini.

Dudu, pengasuh sekolah adat Dangiang Batuwangi lainnya menambahkan pentingnya sekolah adat ini tidak hanya untuk menggali budaya leluhur, namun sekolah adat ini juga perlu dibentuk untuk mengajari pola kehidupan Masyarakat Adat dari sisi ekonomi maupun kesehatan.

Dudu menjelaskan setelah pembentukan kedua sekolah adat tersebut, selanjutnya direncanakan pertemuan kembali untuk membuat kurikulum yang lebih jelas dan akurat bagi sekolah adat Simahiyang.

“Kalau dihitung, sudah ada tiga sekolah adat yang dibentuk di Simahiyang. Namun, kurikulum serta pengaturan bahan ajar masih kurang,” katanya sembari menambahkan kedepannya akan kembali dilaksanakan diskusi yang membahas kurikulum demi keberlangsungan sekolah adat di Simahiyang.

Selain membahas pembentukan sekolah adat, pertemuan yang berlangsung secara simultan ini juga menghasilkan rencana pengembangan Kelompok Usaha Milik Masyarakat Adat (KUMMA) di Kampung Dukuh. KUMMA Kampung Dukuh merupakan organisasi usaha yang bernaung dibawah BUMMA Simahiyang.

Dudu menjelaskan pembentukan KUMMA di Kampung Adat Dukuh ini menjadi awal dari perkembangan ekonomi masyarakat sekitar. KUMMA ini tidak hanya mengurusi satu produk saja, namun bisa dari berbagai hasil alam dan sumber daya alam yang ada di sekitar kampung Dukuh.

“Justru ini dirasa jadi lebih mudah dan menguntungkan,” ungkapnya.

oleh : Fuji Jannah

Pagelaran Lawung Budaya Tandai Penutupan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal di Garut

Sebanyak 500 orang peserta menghadiri penutupan kegiatan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal (SLKL) yang ditandai dengan pagelaran Lawung Budaya Masyarakat Adat di Kampung Adat Dukuh, Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelat, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Lawung Budaya dilaksanakan selama tiga hari mulai 8-10 November 2023. Kegiatan yang menjadi program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini diikuti oleh enam komunitas Masyarakat Adat dari kampung adat Dukuh, kampung Kuta Ciamis, Kampung Naga, Kasepuhan Gelar Alam, Kasepuhan Sinar Resmi dan Kasepuhan Cipta Mulya.

Kegiatan ini turut dihadiri Dewan AMAN Nasional region Jawa Henriana Hatra atau yang akrab disapa Kang Noci dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut Agus Ismail.

Ketua PH AMAN Simahiang, Abah Yayan menyatakan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal (SLKL) ini merupakan program yang diadakan oleh Kemendikbudristek. Melalui program ini, katanya, generasi muda diharapkan dapat mengenal lebih dalam mengenai kebudayaannya. Selain itu, program ini juga dapat mengurangi kekhawatiran para sesepuh adat terkait penerus kebudayaan di daerahnya.

Abah Yayan menyatakan program SLKL ini cukup bermanfaat bagi Masyarakat Adat. Karenanya, sebut Abah, banyak harapan yang tertuang dari anggota komunitas Masyarakat Adat agar kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kemendikbudristek. Tidak hanya menjadi kegiatan yang hanya dilaksanakan sekali ini saja.

“Ah ari kahoyong mah kegiatan kieu teh tiasa di ayakeun rutinan, tiap sataun sakali. Jadi meh langkung seeur anu apal oge kana kabudayaan – kabudayaan daerah,” kata Abah Yayan dalam bahasa daerah yang artinya “Besar harapan kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin tahunan. Agar semakin meningkatnya orang yang mengetahui kebudayaan – kebudayaan daerah”.

Lawung Budaya

Abah mengatakan akhir dari rangkaian program SLKL telah dilaksanakan pagelaran Lawung Budaya yang berlangsung selama tiga hari mulai 8 – 10 November 2023.

Dalam pelaksanaanya, pagelaran Lawung Budaya banyak menampilkan keragaman budaya dari masing-masing komunitas, salah satunya pertunjukan Gambang dan Karinding dari Kampung Adat Naga, pertunjukan angklung dari Lasepuhan Sinar Resmi, pertunjukan Gembyung dari Kampung Adat Kuta, pertunjukan Jipeng dari Kasepuhan Cipta Mulya, pertunjukan silat serta pertunjukan Tarebang Sejak dan Debus dari Kampung Adat Dukuh.

Abah Yayan menerangkan Lawung Budaya tidak hanya menampilkan pertunjukan adat, namun juga menampilkan berbagai kesenian lain berupa olahraga tradisional, permainan rakyat, bahasa dan ritus. Kegiatan ini ditutup dengan pengumuman juara lomba tumpeng dan kaulinan.

“Kita bersyukur, kegiatan Lawung Budaya ini telah sukses terlaksana,” ujarnya sembari menerangkan Lawung Budaya ini salah satu bentuk kegiatan untuk mengumpulkan komunitas Masyarakat Adat. Lawung sendiri artinya ikat kepala, yang berarti mengingat tali silaturahmi Masyarakat Adat.

Padil, salah seorang pandu budaya Kampung Adat Dukuh menyatakan selain merupakan rangkaian akhir dari SLKL, kegiatan Lawung Budaya ini juga memiliki tujuan untuk mempererat tali silaturahmi antar beberapa kampung adat di Garut.

“Janten hasil Sekolah Kearifan Lokal (SLKL) anu aya di kampung adat dukuh. Eta buktosna teh aya kegiatan lawung budaya keur ngaeratkeun silaturahmi kampung adat khususna di garut selatan,” kata Padil dalam bahasa daerah yang artinya “Jadi hasil Sekolah Kearifan Lokal yang dilaksanakan di Kampung Adat Dukuh, dibuktikan dengan adanya kegiatan Lawung Budaya untuk mengeratkan silaturahmi antar Kampung Adat, khususnya di daerah Garut Selatan.

Oleh : Fuji Jannah

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Simahiyang, Jawa Barat