AMAN Simahiyang Berencana Dirikan Sekolah Adat di Sancang dan Kampung Dukuh

Setelah berhasil mendirikan Sekolah Adat Dangiang Batuwangi tahun 2021, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Simahiyang kembali berencana mendirikan Sekolah Adat di komunitas adat Sancang dan Kampung Dukuh.

Rencana ini telah dibahas di awal tahun 2024 oleh PD AMAN Simahiyang. Pembahasan dilakukan di Kampung Dukuh, Garut pada 5 Januari 2024. Kegiatan yang dilaksanakan di kediaman Abah Yayan ini dihadiri tujuh orang anggota Pengasuh Sekolah Adat Dangiang Batuwangi yaitu Dudu, Siti Rubaiah, Nunur, Jajam, Dadang, Lia, dan Tina. Kemudian, dua orang aparat desa selaku Ketua Adat Kampung Dukuh, dan RT RW setempat.

Setelah membahas pendirian sekolah adat di Kampung Dukuh selesai, pembahasan dilanjutkan tentang perluasan pembentukan sekolah adat di Sancang pada 6 Januari 2024. Pembahasan ini turut dihadiri oleh pengasuh sekolah adat Dangiang Batuwangi dan beberapa tokoh adat setempat lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan di sebuah villa Sancang yang direncanakan akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan sekolah adat.

Dadang, salah seorang pengasuh Sekolah Adat Dangiang Batuwangi menyatakan program dan sistem pelaksanaan kegiatan sekolah adat di kampung Dukuh dan Sancang akan mengikuti sekolah adat Dangiang Batuwangi.

Dikatakannya, Masyarakat Adat setempat tentunya akan senang dengan dibentuknya sekolah adat ini. Sebab, mereka khawatir budaya dan sejarah adat ditempat mereka tinggal sudah mulai terkikis.

“Adanya sekolah adat ini bisa mengurangi kecemasan tersebut,” kata Dadang belum lama ini.

Dudu, pengasuh sekolah adat Dangiang Batuwangi lainnya menambahkan pentingnya sekolah adat ini tidak hanya untuk menggali budaya leluhur, namun sekolah adat ini juga perlu dibentuk untuk mengajari pola kehidupan Masyarakat Adat dari sisi ekonomi maupun kesehatan.

Dudu menjelaskan setelah pembentukan kedua sekolah adat tersebut, selanjutnya direncanakan pertemuan kembali untuk membuat kurikulum yang lebih jelas dan akurat bagi sekolah adat Simahiyang.

“Kalau dihitung, sudah ada tiga sekolah adat yang dibentuk di Simahiyang. Namun, kurikulum serta pengaturan bahan ajar masih kurang,” katanya sembari menambahkan kedepannya akan kembali dilaksanakan diskusi yang membahas kurikulum demi keberlangsungan sekolah adat di Simahiyang.

Selain membahas pembentukan sekolah adat, pertemuan yang berlangsung secara simultan ini juga menghasilkan rencana pengembangan Kelompok Usaha Milik Masyarakat Adat (KUMMA) di Kampung Dukuh. KUMMA Kampung Dukuh merupakan organisasi usaha yang bernaung dibawah BUMMA Simahiyang.

Dudu menjelaskan pembentukan KUMMA di Kampung Adat Dukuh ini menjadi awal dari perkembangan ekonomi masyarakat sekitar. KUMMA ini tidak hanya mengurusi satu produk saja, namun bisa dari berbagai hasil alam dan sumber daya alam yang ada di sekitar kampung Dukuh.

“Justru ini dirasa jadi lebih mudah dan menguntungkan,” ungkapnya.

oleh : Fuji Jannah

BUMMA Simahiyang Garap Kopi Khas Garut

 

Oleh : Fuji Jannah

Selain terkenal dengan kota dodol, Garut yang merupakan sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Barat juga cukup terkenal dengan kopinya.

Berdasarkan hasil sensus pertanian oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kopi merupakan satu di antara tiga tanaman tahunan paling banyak diusahakan petani di Garut. Luas pohon kopi yang ditanam juga hampir menyaingi luas perkebunan teh di Kabupaten Garut.

Salah satu wilayah yang terdampak oleh perkembangan usaha tani kopi ini adalah Desa Dangiang, Kecamatan Banjarwangi.

Desa ini ditempati oleh komunitas adat Batuwangi. Mereka “menyulap” desa ini menjadi ladang perkebunan kopi. Tak pelak, desa ini pun  menjadi magnet lapangan pekerjaan bagi beberapa orang pengurus Masyarakat Adat.

Kelompok tani Batuwangi sudah mulai memproduksi kopi sejak tahun 2020. Selama hampir 3 tahun, kelompok tani ini sudah memproduksi 2 jenis kopi yaitu Arabica dan Robusta. Adapun dari dua jenis kopi natural tersebut, terdapat dua jenis varian lain yaitu honey dan full wash.

Pembeda dari jenis varian tersebut adalah cara pengolahan sebelum proses penjemuran. Natural menjadi varian yang paling cepat dalam proses pengolahannya. Hal ini karena setelah di sortir dengan cara perambangan, varian ini langsung direndam selama 2 – 3 hari. Kemudian, di jemur beserta dengan kulitnya selama 3 – 4 minggu di cuaca panas.

Berbeda dengan Varian Fullwash dan Honey yang melalui proses pengupasan basah dan kering sebelum penjemuran, ditambah dengan lama waktu perendaman kopi yang lebih singkat dari variasi Natural.

Dibawah naungan BUMMA

Kegiatan usaha kopi yang dijalankan kelompok tani Batuwangi berada dibawah naungan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA). Ada 20 orang anggotanya, yang dibagi menjadi dua bagian yakni 10 orang menjadi pengurus dalam produksi dan pemasaran kopi, sementara 10 orang lainnya menjadi pengurus dalam produksi dan pemasaran gula semut.

Ketua BUMMA Simahiyang, Jajam Nurjaman menyatakan produksi kopi yang sudah berhasil dijual oleh kelompok tani ini sebanyak 10 – 30 kg kopi kering berbagai jenis dan varian per bulan. Dikatakannya, pemasaran kopinya bekerjasama dengan petani kopi lain. Sebab,  jumlah produksi kopi kelompok tani yang terkadang kurang dibandingkan dengan daya beli konsumen.

“Kelompok tani ini masih menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memperluas pangsa pasar,” kata Jajam Nurjaman.

Ia menyebut kopi olahan kelompok tani ini djual dengan berbagai ukuran yang telah dikemas cantik. Harganya dijual sesuai ukuran, misalnya Rp 30.000 untuk 100gr.

Jajam menjelaskan kopi Garut punya ciri khas tersendiri. Aromanya sangat istimewa. Warna kopinya juga cenderung lebih hitam pekat.

“Soal rasa kopi Garut, jangan ditanya. Silahkan coba sendiri,” kata Jajam

sembari menambahkan selain memproduksi kopi, BUMMA Simahiyang juga menerima produksi kekayaan alam lain seperti kapolaga, cengkeh dan bahan olahan lainnya seperti aneka keripik dan opak.

Pagelaran Lawung Budaya Tandai Penutupan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal di Garut

Sebanyak 500 orang peserta menghadiri penutupan kegiatan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal (SLKL) yang ditandai dengan pagelaran Lawung Budaya Masyarakat Adat di Kampung Adat Dukuh, Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelat, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Lawung Budaya dilaksanakan selama tiga hari mulai 8-10 November 2023. Kegiatan yang menjadi program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini diikuti oleh enam komunitas Masyarakat Adat dari kampung adat Dukuh, kampung Kuta Ciamis, Kampung Naga, Kasepuhan Gelar Alam, Kasepuhan Sinar Resmi dan Kasepuhan Cipta Mulya.

Kegiatan ini turut dihadiri Dewan AMAN Nasional region Jawa Henriana Hatra atau yang akrab disapa Kang Noci dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut Agus Ismail.

Ketua PH AMAN Simahiang, Abah Yayan menyatakan Sekolah Lapangan Kearifan Lokal (SLKL) ini merupakan program yang diadakan oleh Kemendikbudristek. Melalui program ini, katanya, generasi muda diharapkan dapat mengenal lebih dalam mengenai kebudayaannya. Selain itu, program ini juga dapat mengurangi kekhawatiran para sesepuh adat terkait penerus kebudayaan di daerahnya.

Abah Yayan menyatakan program SLKL ini cukup bermanfaat bagi Masyarakat Adat. Karenanya, sebut Abah, banyak harapan yang tertuang dari anggota komunitas Masyarakat Adat agar kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kemendikbudristek. Tidak hanya menjadi kegiatan yang hanya dilaksanakan sekali ini saja.

“Ah ari kahoyong mah kegiatan kieu teh tiasa di ayakeun rutinan, tiap sataun sakali. Jadi meh langkung seeur anu apal oge kana kabudayaan – kabudayaan daerah,” kata Abah Yayan dalam bahasa daerah yang artinya “Besar harapan kegiatan ini bisa menjadi kegiatan rutin tahunan. Agar semakin meningkatnya orang yang mengetahui kebudayaan – kebudayaan daerah”.

Lawung Budaya

Abah mengatakan akhir dari rangkaian program SLKL telah dilaksanakan pagelaran Lawung Budaya yang berlangsung selama tiga hari mulai 8 – 10 November 2023.

Dalam pelaksanaanya, pagelaran Lawung Budaya banyak menampilkan keragaman budaya dari masing-masing komunitas, salah satunya pertunjukan Gambang dan Karinding dari Kampung Adat Naga, pertunjukan angklung dari Lasepuhan Sinar Resmi, pertunjukan Gembyung dari Kampung Adat Kuta, pertunjukan Jipeng dari Kasepuhan Cipta Mulya, pertunjukan silat serta pertunjukan Tarebang Sejak dan Debus dari Kampung Adat Dukuh.

Abah Yayan menerangkan Lawung Budaya tidak hanya menampilkan pertunjukan adat, namun juga menampilkan berbagai kesenian lain berupa olahraga tradisional, permainan rakyat, bahasa dan ritus. Kegiatan ini ditutup dengan pengumuman juara lomba tumpeng dan kaulinan.

“Kita bersyukur, kegiatan Lawung Budaya ini telah sukses terlaksana,” ujarnya sembari menerangkan Lawung Budaya ini salah satu bentuk kegiatan untuk mengumpulkan komunitas Masyarakat Adat. Lawung sendiri artinya ikat kepala, yang berarti mengingat tali silaturahmi Masyarakat Adat.

Padil, salah seorang pandu budaya Kampung Adat Dukuh menyatakan selain merupakan rangkaian akhir dari SLKL, kegiatan Lawung Budaya ini juga memiliki tujuan untuk mempererat tali silaturahmi antar beberapa kampung adat di Garut.

“Janten hasil Sekolah Kearifan Lokal (SLKL) anu aya di kampung adat dukuh. Eta buktosna teh aya kegiatan lawung budaya keur ngaeratkeun silaturahmi kampung adat khususna di garut selatan,” kata Padil dalam bahasa daerah yang artinya “Jadi hasil Sekolah Kearifan Lokal yang dilaksanakan di Kampung Adat Dukuh, dibuktikan dengan adanya kegiatan Lawung Budaya untuk mengeratkan silaturahmi antar Kampung Adat, khususnya di daerah Garut Selatan.

Oleh : Fuji Jannah

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Simahiyang, Jawa Barat